Senin, 21 Mei 2012

Kisah Cinta dari Masjid At-Taubah

Suatu siang, di hari Jumat, seorang khatib di masjid As Salam, Hay El Ashir, Cairo dalam khutbahnya menuturkan sebuah kisah yang indah. Kisah yang juga pernah ditulis oleh Syaikh Ali Ath-Thantawi dalam sebuah tulisannya,
 
“Kisah ini terjadi di kota Damaskus, Syiria. Di kota yang pernah menjadi ibu kota Daulah Umawiyah ini terdapat sebuah masjid besar yang diberi nama Masjid Jami’ At-Taubah. Masjid ini adalah masjid yang membawa keberkahan. 

Diberi nama dengan At-Taubah, karena konon sebelumnya adalah tempat hiburan, tempat dilangsungkannya berbagai jenis kemaksiatan. Kemudian ada seseorang sultan pada abad ke-7 hijriyah yang membelinya dan menghancurkan tempat tersebut. Setelah itu ia membangun sebuah masjid di atasnya. Saat ini daerah ini dikenal dengan dengan daerah Masjid Jami’ At-Taubah.



Di Masjid ini, tinggal seorang pendidik yang sangat ‘alim bernama Syaikh Sulaim As-Suyuthi. Kira-kira hampir tujuh puluh tahun ia tinggal di masjid itu.  Para penduduk di sekitar masjid sangat mempercayainya. Kepada beliaulah, mereka senantiasa mengonsultasikan berbagai permasalahan agama dan dunia. Syaikh itu ibarat matahari bagi mereka. Kezuhudannya sangat masyhur. Karena kezuhudannya itulah ia dipercaya.


Kisah ini adalah tentang masa muda Syaikh Sulaim. Waktu muda ia tinggal di salah satu ruangan masjid. Seringkali ia lewati hari-hari tanpa ada makanan sedikit pun, ataupun sekeping uang untuk membeli makanan. Dalam kelaparan yang mencekik seringkali ia merasakan kematian seakan telah di depan mata. Ia menganggapnya ujian. Ia bersabar dan selalu saja ada secuil makanan yang bisa ia makan.


Suatu ketika ia menemui keadaan yang sedemikian gawat, ia tidak mungkin hidup kecuali dengan terpaksa harus makan apa saja. Sudah berhari-hari ia tidak makan. Jika ingin hidup ia harus makan. Keadaan yang sangat darurat yang dalam ilmu fiqih sudah sampai batas diperbolehkan makan bangkai  atau mencuri. Sekadar untuk mengganjal perut. Sulaim muda memilih mencuri segenggam makanan sekadar untuk menguatkan tubuhnya. Itulah yang hendak ia lakukan siang hari itu.


Siang itu menjelang ashar ia keluar dari masjid. Di dalam masjid ia tinggal bersama seorang Syaikh. Gurunya. Yang juga sama zuhudnya. Ia malu minta sesuatu pada gurunya. Ia keluar dari masjid. Jika di jalan ada yang memberi makan tanpa ia harus meminta Alhamdulillah. Jika tidak, ia dengan sangat terpaksa, harus mencuri. Mungkin di pasar.


Masjid At-Taubah tersebut berada di sebuah perkampungan tradisional. Rumah penduduknya kotak-kotak, saling menempel satu dengan yang lainnya, atapnya juga saling menyambung. Orang pun bisa berjalan di atasnya dari depan sampai ujung kampung.


Ia melihat rumah-rumah itu. Terbersit ide untuk naik ke atas rumah itu. Siapa tahu ada makanan yang dijemur di atas rumah. Dalam keadaan lapar yang tidak tertahankan lagi, ia naik ke atap masjid lalu berpindah ke rumah yang berada di sampingnya.


Belum jauh melangkah, ia melihat seorang pemuda yang berada di rumah tersebut. Dengan segera ia memalingkan muka dan menjauh. Ia tak ingin mengundang kecurigaan. Ia lalu mencari-cari rumah yang lain dan ia melihat sebuah rumah yang sedang kosong sedang berada di sampingnya. Ia melangkah ke atap rumah itu. Ia mencium bau masakan yang membuat air liurnya keluar dan perutnya semakin melilit-lilit. Dorongan nafsu perutnya sedemikian kuat. Ia tidak kuat untuk tidak turun.


Dengan dua kali lompatan ia telah berada di teras rumah tersebut dan segera menuju dapur. Ia membuka tutup makanan dan dilihatnya beberapa terong yang baru saja direbus. Terong itu dibumbuhi khas Mesir. Ia pernah merasakan kelezatan terong seperti itu dalam sebuah jamuan perhelatan walimatul ‘urs. Karena rasa lapar yang tidak tertahankan lagi, ia langsung mencomot terong itu tanpa peduli lagi panasnya makanan tadi.


Ia mulai mengigit dan memamah terong tersebut. Namun ketika hendak menelannya, nuraninya mengusiknya. Ia berkata pada dirinya,


Astaghfirullah. A’udzubillahi minasy syaithanir rajim. Aku mencuri? Mana imanku? Aku berlindung kepada Allah. Bagaimana ini terjadi? Aku adalah seorang mu’azin di masjid. Seorang penuntut ilmu. Murid seorang ulama besar, tapi berani masuk ke rumah orang lain dan mencuri? Astaghfirullah. Ini tidak boleh terjadi.”


Ia langsung mengeluarkan semua terong yang telah ia mamah dari mulutnya. Ia mengembalikan terong yang telah ia gigit. Air matanya terbit. Ia tadi merasa telah melakukan dosa besar. Ia menyesal. Ia kembali ke masjid sambil menahan kesedihan karena tindakannya yang ia anggap sebagai perbuatan yang tak termaafkan. Ia terasa beristighfar.


Bakda shalat ashar ia duduk mengikuti dan mendengarkan pengajian sang syaikh di Masjid. Namun pikirannya masih pada terong yang telah ia mamah. Sementara rasa laparnya semakin menjad-jadi. Dua hal itu menyebabkan ia tidak tahu sama sekali apa yang diajarkan gurunya.


Usai pengajian semua orang telah pergi. Tinggal ia berdua sama Syaikh. Tiba-tiba datanglah seorang wanita dengan memakai cadar muka. Wanita itu berkata kepada syaikh tadi dengan ucapan yang tak didengarnya sedikit pun. Setelah itu syaikh tadi melihat sekelilingnya dan tidak menemukan siapa-siapa selain dirinya. Syaikh itu memanggilnya dan bertanya,


“Apakah kamu telah menikah?”


“Balum” jawabnya.


Syaikh bertanya lagi, “Apakah kamu ingin menikah?”.


Ia terdiam. Perutnya semakin melilit. Ia tidak memikirkan nikah tapi memikirkan nasib perutnya yang sudah sekian hari tidak kemasukan makanan.


Syaikh bertanya lagi dengan suara lebih keras, “Apakah kamu ingin menikah?”


Ia mendengar dengan baik pertanyaan gurunya itu. Ia merasakan ada keseriusan di sana. Ia menjawab, “Guru, Demi Allah, untuk membeli sekeping roti pun saya tidak mampu, bagaimana mungkin saya ingin menikah?!”


Gurunya itu tersenyum lalu berkata, “Wanita ini bercerita kepadaku bahwa suaminya baru saja meninggal. Masa iddahnya telah habis. Dan ia adalah seorang pendatang di kota ini. Ia tidak memiliki siapa-siapa di dunia ini selain seorang paman yang sudah tua dan miskin yang datang ke sini bersamanya. Itu dia pamannya.” Syaikh menunjuk kepada seorang yang sedang duduk agak jauh dari wanita itu. Syaikh melanjutkan penjelasannya, “Wanita ini mewarisi rumah suaminya beserta hartanya. Ia ingin mendapatkan suami lagi yang menikahinya sesuai Sunnah Rasulullah Saw. Agar ia tidak sendirian lagi sehingga menutup kesempatan mereka yang mempunyai niat jahat. Apakah kamu mau menikahinya?”


Ia menjawab “Insya Allah, saya mau. Tapi saya tidak punya maharnya, Guru.”


Syaikh tersenyum dan berkata, “Soal mahar gampang.”


‘’Apakah kamu menerimanya sebagai suamimu?” Tanya Syaikh kepada wanita tersebut.


“Ya, saya menerima.” Jawab si wanita


Syaikh langsung memanggil paman wanita itu, dua orang saksi dan melaksanakan akad nikah serta meemberikan mahar untuk muridnya.


Syaikh berkata, “Sekarang peganglah tangan istrimu.”


Kemudian keduanya saling berpegangan tangan dan sang wanita membawanya ke rumahnya. Sesampainya di rumah, sang wanita membuka penutup kepalanya. Ia kaget karena istrinya itu sangat cantik. Wajah istrinya itu putih bersinar. Ia semakin kaget ketika tahu bahwa rumah di mana sekarang dia berada adalah rumah yang tadi ia masuki.


“Apakah Kanda sudah makan siang?” Tanya sang wanita kepadanya.


‘’Belum” jawabnya.


“Kalau begitu ayo kita ke dapur makan!” Si wanita menariknya ke dapur. Sampai di dapur ia membuka tutup panci dan kaget dengan apa yang dilihatnya. Wanita itu berkata,


“Mengherankan. Siapa yang berani masuk ke rumah ini dan menggigit terong ini! Mungkin orang yang lancang ini tahu kalau aku janda sehingga berani masuk rumah ini!”


Mendengar hal itu, laki-laki tadi menangis dan ia mulai menceritakan apa yang terjadi. Ia minta maaf. Wanita itu pun menangis mendengar cerita suaminya. Dengan terisak wanita berkata,


“Kau lulus ujian, Suamiku. Kau menjaga dirimu dari mengambil buah terong secara haram. Sebagai gantinya Allah memberikanmu terong ini semuanya. Bahkan pemilik terongnya dan seisi rumahnya secara halal.”


Sejak itu ia tinggal bersama seorang istri yang salehah, cantik dan cerdas. Dengan hartanya ia giat menuntut ilmu dari banyak ulama terkemuka sampai menjadi seorang ulama besar.


***


Kisah ini saya ambil dari buku Kang Abik yang berjudul “Di Atas Sajadah Cinta”


Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah di atas. Apabila ada salah kata saya pribadi mohon maaf, karna segala bentuk kesempurnaan hanya milik-Nya. Wassalam…



15 komentar:

  1. Mauka juga diajak makan -___-"

    BalasHapus
  2. MasyaAllah :) suka sekali..
    suka sekali ceritanya ^^

    BalasHapus
  3. Wow ... mengharukan ... sungguh perempuan shalihah
    Hai Dhila. Akhirnya sampai juga saya ke sini :D

    Oya, Jumat depan ada di Makassar kah? Insya Allah ada peluncuran buku saya ... mungkin Dhila bisa hadir?

    http://mugniarm.blogspot.com/2012/06/kesempatan-emas-berpartisipasi-dalam.html

    BalasHapus
  4. Akhirnya sampai juga saya di sini.
    Kisah seorang istri yang sangat menyentuh ...

    Btw, Dhila ada di Mks kah pekan depan?
    Ada peluncuran bukuku:

    Wow ... mengharukan ... sungguh perempuan shalihah
    Hai Dhila. Akhirnya sampai juga saya ke sini :D

    Oya, Jumat depan ada di Makassar kah? Insya Allah ada peluncuran buku saya ... mungkin Dhila bisa hadir?

    http://mugniarm.blogspot.com/2012/06/kesempatan-emas-berpartisipasi-dalam.html

    BalasHapus
  5. hmm, pas banget nih bacanya saat pagi2 gini, biar lebih maknyus :D

    BalasHapus
  6. salam kenal dr makassar.., followx sukse.., terima kasih.. :D

    BalasHapus
  7. subhanallah indah sekali =) terima kasih sudah berbagi =)

    BalasHapus
  8. Dhila ^^
    Sdh maki ku Follback :)
    Btw, saya juga org Makassar ^^

    Iya, pernah baca kisah ini ^^
    Msh banyak lagi yg bagu- bagus toh di buku ini ??

    >> Salam kenal :)

    BalasHapus
  9. hidup tanpa cinta memang bagai taman tak berbunga... begtulah kata bang haji Rhoma Irama...
    Subkhanalloh......sungguh indah hidup ini...
    Blgwalkng gan...

    BalasHapus
  10. cerita yang memberi banyak pelajaran dan pesan
    terima kasih

    salam persahabatan

    BalasHapus
  11. ceritanya menggugah .. semangat berkarya yang tinggi.


    Kunjungan blogwalking.
    Sukses selalu..
    kembali tak lupa mengundang juga rekan blogger
    Kumpul di Lounge Event Blogger "Tempat Makan Favorit"

    Salam Bahagia

    BalasHapus
  12. Tak terasa menetes air mataku membaca kisah ini.. ini pelajaran yang sangat berarti buatku.. ternyata inilah manusia pilihan menurutnya.. kejujuran dan sebagian keimanan yang menolak perbuatan jahat sebuah senjata ampuh untuk mendapat kasih sayangnya.. terimakasih ukhti.. salam ukhuwah..

    BalasHapus
  13. الحمدلله ربيللامعين Sudah saya follow #34 terimakasih ukhti sudah berkenan berkunjung ke blog saya yang kurang bermanfaat.. salam kenal..

    BalasHapus

Followers

 

Ayari Tell The Story Template by Ipietoon Cute Blog Design